Imathreeana's Blog











  1. INTERVENSI KEPERAWATAN

Pre Operasi

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura Setelah diberikan asuhan keperawatan pola pernapasan klien kembali efektif dengan kriteria hasil irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen torak terlihat adanya pengembangan paru, bunyi napas terdengar jelas. 1.    Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi mekanik pernapasan

2.    Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi

3.    Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.

4.    Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)

5.    Lakukan auskultasi suara napas setiap 2-4 jam

6.    Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif

7.    Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD

Mamahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada pneumotoraks dan menetukan untuk intervensi lainnya.

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.

Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

Auskultasi dapat menetukan kelainan suara napas pada bagian paru. Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada intrapleura

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi secret jalan nafas Setelah diberikan asuhan keperawatan klien dapat mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misal batuk efektif dan mengeluarkan secret. 1.   Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronki.

2.   Kaji/ pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.

3.   Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

4.   Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

5.   Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.

6.   Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/ tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misalnya penyebaran, krekels basah(bronchitis); bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empisema); atau tak adanya bunyi nafas (asma berat)

Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misal infeksi, reaksi alergi.

Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan grafitasi. Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan atau kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

3. Gangguan pertukaran gas yang b.d penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler Setelah diberikan asuhan keperawatan klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan dengan criteria hasil berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/ situasi. 1.   Kaji frekuensi , kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori , nafas bibir, ketidakmampuan bicara/ berbincang.

2.   Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.

3.   Kaji status mental

4.   Pertahankan istirahat tidur,dorong menggunakan teknik ralaksasi dan aktivitas senggang

5.   Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah/perasaan. Jawab pertanyaan dengan jujur. Kunjungi dengan sering, atur pertemuan/kunjungan oleh orang terdekat/pengunjung sesuai indikasi

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

Gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen.

Ansietas adalah manifentasi masalah psikologis sesuai dengan respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan meningkatkan rasa aman dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari respon fisiologis.

4. Cemas berhubungan dengan Dipsnea berat/ketidakmampuan untuk berbapas dengan normal, perubahan status kesehatan. Setelah diberikan asuhan keparawatan Cemas yang dialami pasien berkurang dengan criteria hasil Melaporkan cemas hilang atau menurun sampai tingkat yang dapat ditangani , penampilan rileks dan istirahat/tidur dengan tepat 1. Catat derajat ansietas dan takut.  Informasikan pasien/orang terdekat bahwa perasaannya normal dan dorong mengekspresikan perasaan.

2. Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam tingkat kemampuan pasien untuk memahami dan menangani informasi. Kaji situasi saat ini dan tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah.

3.  Berikan tindakan kenyamanan misalnya pijatan punggung, perubahan posisi

4.  Dukung pasien/orang terdekat dalam menerima realita situasi, khususnya rencana untuk periode penyembuhan yang lama. Libatkan pasien dalam perencanaan dan partisipasi dalam perawatan.

5.  waspadai untuk perilaku diluar kontrol atau peningkatandisfungsi kardiopulmonal, misal memburuknya dipsnea da takikardia.

Pemahaman bahwa perasaan normal dapat membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan control emosi.

Menghilangkan ansietas karena ketidaktahuan dan menurunkan ketakutan tentang keamanan pribadi. Pada fase dini penjelasan perlu diulang dengan sering dan singkat karena pasien mengalami penurunan lingkup perhatian.

Alat untuk menurunkan stres dan perhatian tak langsung untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.

Mekanisme koping dan partisipasi dalam program pengobatanmungkin meningkatkan belajar pasien untuk menerima hasil yang diharapkan dari penyakit dan meningkatkan beberapa rasa kontrol.

Pengembangan dalam kapasitas ansietas memerlukan evaluasi lanjut dan kemungkinan intervensi dengan obat ansietas.

5. Kurang pengetahuan engenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan  keterbatasan informasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien bertambah dengan kriteria hasil menyatakan pemahaman penyebab masalah, mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah berulangnya masalah. 1.  Kaji keadaan fisik dan emosional klien saat akan dilakukan tindakan health education (penyuluhan)

2.  Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medic cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distress pernapasan lanjut.

3.  Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.

4.  Berikan pengertian tentang prosedur  tindakan WSD

5.  Demonstrasikan perawatan  WSD i depan  klien dan keluarganya.

Kondisi fisik tidak nyaman dan ketidak siapan mental merupakan factor utama adanya halangan penyampaian informasi.

Berulangnya pneumotorak memerlukan intervensi medik un tuk mencegah atau menurunkan potensial komplikasi.

Mempertahankan kesehatan umum, meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

Pengertian membawa perubahan pengetahuan, sikap dan psikomator.

Demonstrasi merupakan  suatu metode yang tepat dalam penyampaian suatu informasi sehingga mudah di pahami.

Post Operasi

Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
6. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan

Setelah diberikan asuhan keperawatan Nyeri klien berkurang/hilang dengan kriteria hasil :

Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi, dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri, pasien tidak gelisah.

1.   Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

2.   Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.

3.      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

4.      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

5.      Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

6.      Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

7.      Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.

Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.

Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

7. Gangguan  mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD. Setelah diberikan asuhan keperawatan klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat selama pemasangan WSD, dengan kriteria standar : Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak, klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya, mobilitas fisik sehari–hari terpenuhi. 1.  Kaji ROM pada ekstrimitas  atas tempat insersi WSD

2.  Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas  sehari – hari

3.  Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat insersi.

4.  Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi

5.  Berikan tindakan distraksi dan relaksasi

Mengetahui tangda – tanda awal  terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi.

Nyeri yang meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari mengalami gangguan.

Mencegah stiffness dan kontraktur dari kurangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi

Mencegah stasis vena dan kelemahan otot

Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari.

8. Gangguan integritas kulit b.d adanya luka pasca pemasangan WSD Menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa komplikasi.

Menunjukkan teknik meningkatkan penyembuhan / mencegah komplikasi.

1.      Kaji warna kulit/ suhu dan pengisisan kapiler pada area operasi dan tandur kulit.

2.      pertahankan kepala tempat tidur tinggi 30-45 derajat. Awasi edema wajah (biasanya meningkat pada hari ketiga -kelimapascaoperasi).

3.      lindungi lembaran kulit dan jahitan dari tegangan atau tekanan. Berikan bantal/ gulungan dan anjurkan pasien untuk menyokong kepala/ leher selama aktivitas.

4.      awasi drainase  berdarah dari sisi operasi, jahitan dan drein. Ukur drainase  dari hemovak (bila digunakan).

5.      catat atau laporkan adanya d5rainase seperti susu.

6.      ganti balutansesuai indikasi bila digunakan.

7.      bersihkan insisi dengan air garam faal steril dan peroksida setelah balutan diangkat.

Kulit harus berwarna merah muda atau mirip dengan warna kulit sekitarnya. Lembaran tandur kulit harus merah muda / hangat dan memutih (bila ditekan dengan jari) dengan kembalinya warna dalam beberapa detik. Sianosis dan pengisian lambat dapat menunjukkan kongesti vena, yang dapat menimbulkan iskemia/ nekrosis jaringan.

Meminimalkan kongesti jaringan pasca operasi dan edema sehubungan dengan eksisi saluran limfe.

Tekanan dari selang dan plester trakeostomi atau tegangan pada jahitan dapat mengganggu sirkulasi / menyebabkan cedera jaringan.

Drainase berdarah biasanya tetap sedikit setelah 24 jam pertama. Perdarahan terus menerus atau perdarahan nyata menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian medik.

Drainase seperti susu menunjukkan kebocoran duktus limfe torakal (dapat menyebabkan kekurangan cairan tubuh dan elektrolit). Kebocoran ini dapat sembuh spontan atau memerlukan penutupan bedah.

Balutan basah meningkatkan risiko kerusakan jaringan / infeksi.

Mencegah pembentukan kerak, yang dapat menjebak drainase purulen, merusak tepi kulit dan meningkatkan ukuran luka. Peroksida tidak banyak digunakan karena dapat membakar tepi dan mengganggu penyembuhan.

9. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan tidak optimalnya drainage selang sekunder akibat pipa WSD terjepit Setelah diberikan asuhan keperawatan resiko trauma pernapasan tidak terjadi dengan kriteria hasil irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen torak terlihat adanya pengembangan paru, bunyi napas terdengar jelas. 1.   Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi

2.   Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)

3.   Bariingkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk.

4.   Perhatikan undulasi pada selang WSD

5.   Anjurkan klien untuk memegang selang apabila akan mengubang posisi

6.   Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu

7.   Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

8.   Beri penjelasan pada klien tentang perawatan WSD

9.   Bantu dan ajarkan klien untuk melakukan batuk dan napas dalam edektif

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.

Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

Posisi setengah duduk atau duduk dapat mengurangi resiko pipa/selang WSD terjepit

.

Undulasi (pergerakan cairan di selang dan adanya gelemmbung udara yang keluar dari air dalam botol WSD) merupakan indicator bahwa drainage selang dalam keadaan optimal. Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi, antara lain :

  • Motor suction tidak berjalan
  • Selang tersumbat atau terlipat
  • Paru telah mengembang

Oleh karena itu, perawat harus yakin apa yang menjadi penyebab, segara periksa kondisi system drainage, dan amati tanda-tanda kesulitan bernapas.

Menghindari tarikan spontan pada selang yang mempunyai resiko tercabutnya selang dari rongga dada.

Tanda atau batas pada botol dapat menjadi indicator dan bahan monitor terhadap keadaan drainage WSD.

Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.

Meningkatkan sikap kooperatif klien dan menguranngi resiko trauma pernapasan.

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

10. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD

Setelah diberikan asuhan keperwatan klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD, dengan kriteria hasil : Bebas dari tanda–tanda infeksi, tidak ada kemerahan, purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa. Tanda – tanda vital dalam batas normal. 1.  Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD

2.  Kaji tanda – tanda infeksi

3.  Monitor reukosit dan LED

4.  Dorongan untuk nutrisi yang optimal

5.  Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic

6.  Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.

Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal

Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi.

Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi.

Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune

Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme

Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme



  1. PENGKAJIAN

–  Riwayat keperawatan

Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan.

–  Pemeriksaan

Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun, perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui sianosis perifer atau sentral, takikardia, hipotensi,dan nyeri dada pleural.

–  Faktor perkembangan/psikososial

Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau klien terhadap tindakan  ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan psikososial klien.

–  Pengetahuan klien dan keluarga

Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan dan kemauan untuk belajar.

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Pre Operasi

1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.

2.      Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi secret jalan nafas.

3.      Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler.

4.      Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan  keterbatasan informasi mengenai prose penyakit dan pengobatan (WSD)

Diagnosa Post Operasi

6.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.

7.      Gangguan  mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.

8.      Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.

9.      Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan tidak optimalnya drainage selang sekunder akibat pipa WSD terjepit

10.  Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD.



{October 4, 2010}   penatalaksanaan pneumothorax

Tindakan pengobatan pneumothorak tergantung beratnya, jika pasien dengan pneumothorak ukuran kecil dan stabil, biasanya hanya diobservasi dalam beberapa hari ( minggu ) dengan foto dada serial tanpa harus dirawat inap di rumah sakit. Pada prinsipnya diupayakan pengembangan paru sesegera mungkin antara lain dengan pemasangan water sealed drainage ( WSD ). Pasien pneumothorak dengan klinis tidak sesak dan luas pneumothorak < 15 % cukup dilakukan observasi. Namun bila didapatkan penyakit paru yang mendasarinya perlu dipasang WSD ( tindakan dekompresi ). Apabila ada batuk dan nyeri dada, diobati secara simtomatis. Selanjutnya evaluasi foto dada setiap 12 – 24 jam selama 2 hari.

Tindakan dekompresi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara luar, ada beberapa cara :

1.      Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.

2.      Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan:

a.       Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura, kemudian pipa plastik /slang dipangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air dan klem dibuka, akan timbul gelembung-gelembung udara dalam botol.

b.      Abbocath : jarum abbocath no. 14  ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandrin dicabut, dihubungkan dengan pipa infus set, selanjutnya dikerjakan seperti sebelumnya.

c.       WSD : pipa khusus ( catheter urine ) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troker atau klem penjepit bedah. Sebelum trokar yang dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dulu kulit dada tempat trokar akan dimasukkan didesinfektan, ditutup duk penutup dan diberikan anastesi lokal dengan xilokain atau prokain, 2 % secukupnya. Lokasi insisi kulit dapat di ruang antar iga VI mid axillar line/dorsal axillar line ataupun dapat juga di ruang antar iga II di garis midclavicula. Setelah trokar masuk ke rongga pleura, busi penusuk dicabut dan tinggal selontongan pipa. Drain dimasukkan melalui selontongan tersebut. Pemasukan drain diarahkan ke atas apabila masuknya di ruang antar iga VI. Bila masuknya di ruang antar iga II di arahkan ke bawah. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air, sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar.



{October 4, 2010}   manifestasi klinis Pneumothorax

Keluhan timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk keras, kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin berat.

Keluhan utama yaitu :  sesak, napas berat, biasanya  disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang  sakit, terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri  pada gerakan respirasi. Sesak ringan sampai berat. Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak sakit ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin. Berat ringannya keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya : Tertutup dan terbuka biasanya tidak berat, ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya berat dan selain itu tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau tidaknya obstruksi jalan napas.



{October 4, 2010}   Patofisiologi Pneumothorax

Normal tekanan negatif pada ruang pleura adalah -10 s/d -12 mmHg. Fungsinya membantu pengembangan paru selama ventilasi. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura lebih negatif daripada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0) akan masuk bronchus sampai ke alveoli.

Pada waktu ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus.

Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek..

Pneumotoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.

Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.

Penyebab tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat “MACKLIN“ adalah sebagai berikut :

Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli meningkat. Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.

Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.



{October 4, 2010}   Etiologi Pneumothorax

Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.

1. Berdasarkan penyebabnya pneumothorak diklasifikasikan sebagai berikut :

– Pneumotorak spontan adalah setiap pneumotorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenic) ada 2 jenis yaitu :

a. Pneumotorak spontan primer adalah suatu pneumotorak yang terjadi tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisis yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.

b.  Pneumotorak spontan sekunder adalah suatu pneumotorak yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkolosis paru, PPOK, asma bronkiale, pneumonia, dan tumor paru.

– Pneumotorak traumatic adalah adalah pneumotorak yang terjadi akibat suatu penetrasi ke dalam rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum/kanul. Pneumotorak traumatic juga ada 2 jenis yaitu :

a. Pneumotorak traumatic bukan iatrogenic adalah pneumotorak yang terjadi karena jejas kecelakaan misalnya jejas dinding pada dada terbuka/tertutup, baro trauma.

b. Pneumotorak traumatic iatrogenic adalah pneumotorak yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis. Pneumotorak jenis inipun masih dibedakan menjadi 2, yaitu:

Pneumotorak traumatic iatrogenic aksidental, adalah pneumotorak yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut.

Pneumotorak traumatic iatrogenic artificial (deliberate) adalah pneumotorak yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell Box. Biasanya untuk terapi tuberkolosis, atau untuk menilai permukaan paru.

2. Berdasarkan jenis fistel :

– Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).

– Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif  (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).

– Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.



{October 4, 2010}   Definisi Pneumotorax

Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

Pneumothorak adalah keluarnya udara dari paru yang cedera ke dalam ruang pleura.

Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.

Jadi, Pneumothorak adalah suatu keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura sehingga fungsi paru-paru terganggu bahkan bisa terjadi kolaps.



{October 4, 2010}   PENYAKIT PNEUMOTHORAK

Penyakit pneumothorak mungkin masih asing dan jarang kita dengar. Pneumothorak merupakan  salah satu penyakit yang terjadi pada paru-paru. Pneumothorak adalah keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan fungsi paru-paru terganggu bahkan bisa sampai kolaps. Penyakit ini dapat disebabkan oleh trauma dada ataupun pneumothorak yang penyebabnya tidak diketahui atau disebut pneumothorak spontan. Gejala yang ditimbulkan pun dapat berupa nyeri dada, sesak napas, napas berat disertai batuk-batuk, kadang dapat  terjadi sianosis



{October 4, 2010}   Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!



et cetera